Dalam masa pandemi ini dimana-mana diwajibkan physical distancing. Tapi pada kenyataanya tidak hanya fisik yang ada jarak, ternyata kenyataan nya hubungan sosial kita pun jadi memiliki jarak. Menurut riset yang dilakukan Ibu Pinkan Indira M.Psi., seorang psikolog dan dosen di universitas ternama di Indonesia yang sangat bersemangat dalam membagikan dan mengupas tema ini, data menunjukan banyak sekali efek jenuh dan frustasi yang dirasakan oleh manusia di masa pandemi ini.
Kebanyakan orang yang salah persepsi tentang kejenuhan dan kesepian yang dirasakan saat pandemi ini. Masalah ini dianggap tidak penting sehingga tidak di atasi dengan baik dan merasa hanya perlu menunggu saja hingga keadaan kembali normal. Well, the truth is most of the predictions say that the world won’t get back to normal and we have to accept the new normal.
Karena ‘menunggu’, banyak fase hidup dari manusia yang berubah menjadi pasif. Tidak heran banyak dari millenials yang membuat social media ataupun bermain game jadi tempat pelarian mereka dalam masa menunggu ini yang tanpa di sadari juga dapat memberi efek samping yang ga baik buat mental kita. Satu kata yang mendadak populer saat pandemi ini adalah masalah “anxiety”. Jika diperluas anxiety itu adalah rasa insecure dan juga loneliness yang ada di dalam kita yang sangat mungkin berawal dari rasa jenuh.
Jika kalian masih belum bisa membayangkan gimana sih sebenarnya efek di terjadi di dalam otak kita akibat terlalu banyak menghabiskan waktu di social media, go watch Social Dilemma on Netflix. Film tersebut benar-benar mencoba untuk membuat penontonnya mengerti bagaimana kehidupan di layar tablet / smartphone kita dapat mempengaruhi kehidupan nyata kita.
Saat membaca ini kalian sudah pasti mulai bertanya dalam hati “Gimana dong cara mudah buat cek kesehatan mental kita?” Tenang, kalian tidak perlu terburu-buru untuk minta bantuan dari psikolog profesional untuk konsultasi. Ibu Pinkan membagikan tips 4B yang dapat kita coba, terdiri dari : belajar, bekerja, bermain, bercinta. Let’s check!
Belajar -> bukan melulu tentang akademis. Tapi tentang kemauan di dalam diri untuk menambah skill dalam kehidupan kita agar kita dapat menjadi orang yang lebih baik. Yang dari ga bisa jadi bisa, dari yang ga tau jadi tau.
Bekerja -> bukan melulu tentang bekerja sebagai profesional. Tapi apakah hari-hari kamu masih produktif? Bahkan menurut Ibu Pinkan, seseorang yang sedang mengalami depresi, bahkan mandi pun ga mampu loh..
Bermain -> no matter how old we are in life, we will always have that inner child inside us. Kalau mungkin kamu mulai susah untuk diajak bercanda oleh keluarga ataupun teman, mungkin kamu sudah terlalu stress akhir-akhir ini. Be careful!
Bercinta -> banyak sekali kan yang semenjak pandemi ini jadi mulai memelihara tanaman ataupun adopsi binatang peliharaan? Hal ini wajar banget, karena mencintai memang salah satu ekspresi dari perasaan manusia. Or let’s check, apakah kita masih bisa mencurahkan kasih to our friendship, family, or our community?
Ketika 4 hal ini dapat kamu lakukan dengan balance, itu bisa jadi indikator bahwa mental kamu masih dalam keadaan yang sehat. Tapi, bagaimana jika kamu merasa ada salah satu area yang tidak balance?
Ask for help.
Bicaralah kepada mentor, sharing struggle-mu di komunitas yang sehat, dan the most important one is to run back to God. “Awal dari keterbukaan adalah awal dari pemulihan”, amen? Permasalahan ini sudah semakin serius dan sudah ga bisa di pandang sebelah mata lagi. Ibu Pinkan pun meminta kita untuk sama-sama mematahkan stigma bahwa jika kita merasa mental kita tidak sehat berarti kita memiliki gangguan jiwa. NO! ‘Be honest so we can help you’ ajak Ibu Pinkan.
Kecanggihan teknologi dan kecepatan internet di generasi kita ini memang memudahkan, tapi bisa juga menghancurkan. That’s why kita harus lebih smart juga dalam menggunakannya. Hati-hati dengan apapun yang bisa kita dapatkan secara instan di hari-hari ini. Kita harus menjadi rem untuk diri kita sendiri. Selain itu mari menjadi teman-teman solutif. Seringkali kita cepat menyalahkan keadaan, menyalahkan komunitas kita yang kurang sehat, dan bahkan menyalahkan benda mati ‘salah aplikasinya’. The app is yours and you are in full control of that.
Ibu Pinkan Indira juga mengingatkan kita untuk menjadi teman yang baik, karena mungkin tanpa kita sadari ada orang di dekat kita yang sedang butuh pertolongan. Jika kita selalu mendambakan pertemanan yang suportif, let’s start by being one. We can start by being a supportive friend that can hear their story with acceptance and without judgement. Just like what Jesus would do to us 🙂