Fatherhood From a Fatherless Perspective

(Ketika hati bapa berbalik pada anaknya)

Ketika awal tagar #stayathome mulai berkumandang dan banyak orang harus bekerja dari rumah atau bahkan dirumahkan, orang-orang mulai bertanya-tanya apakah arti dari semuanya ini, saya ingat di awal pandemi ini melanda Indonesia banyak yang mendapat hikmat bahwa kita sebagai anak-anak Tuhan bersyukur didekatkan kembali pada keluarganya, secara spesifik : Ayah didekatkan dengan anak-anaknya. Yang tadinya sibuk tidak punya waktu dikarenakan harus bekerja untuk mencari nafkah, mendadak seharian di rumah dan anak-anak pun harus diam di rumah untuk home schooling.

Saya jadi teringat akan Firman Tuhan di Maleakhi 4: 6
“Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah.”

Kenapa penting sekali hati bapa berbalik kepada anaknya? Sebagai fatherless generation, saya mengalami hidup masa kecil saya tanpa kehadiran seorang ayah dari sejak saya umur 7 tahun, saya mengerti sekali kenapa pentingnya figur Ayah dalam satu keluarga. Tanpa Ayah seakan-akan keluarga itu tidak ada kehormatan sama sekali, tidak ada perlindungan, tidak punya hak suara dan seringnya juga tidak dianggap (I learned this the hard way). Beranjak dewasa, saya mengerti bahwa ketidakhadiran Ayah dalam suatu keluarga juga berdampak buruk terhadap kehidupan kerohanian dalam rumah tangga, terutama untuk anak. Seorang Ayah adalah pemimpin dan juga imam, seperti Kristus bagi jemaatNya. Bagi anak, sebelum ia mengenal Bapa di surga ia akan melihat figur Ayah di rumah terlebih dahulu. Saya mengerti kenapa keluarga tanpa Ayah atau di Alkitab disebut janda dan anak yatim itu selalu ada di hati Tuhan, karena mereka secara sosial dan financial pada umumnya terbuang, namun kaum yang terbuang itu tidak dibuang oleh Tuhan, tetap berharga di mataNya. 

Yakobus 1:27a
Ibadah yang murni dan yang tak bercacat dihadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka.

Tuhan yang mau menjadi Bapa bagi semua orang, suatu kedekatan dan kehangatan kasih yang sempurna dan dibutuhkan semua orang. Hal ini yang tidak ada dimanapun selain dalam kekristenan.

Saat ini saya juga seorang Ayah bagi anak perempuan saya yang berumur 7, untuk menjadi Ayah yang baik, tentunya saya harus melihat kepada yang sempurna yaitu Bapa di surga. Semua hal tentang fatherhood ada dalam Alkitab, Ia mengajarkan dan sekaligus meneladani ajaranNya, bagaimana Ia selalu mengasihi anak-anakNya, memberi identitas baru sebagai anak Allah, selalu ada untuk kita semua, memberi rasa aman, damai dan pemeliharaan. Hal itu yang saya coba berikan kepada anak saya, sehingga suatu hari nanti ia lebih mudah untuk mengenal Bapa di surga. Sebagai Ayah, saya tidak bisa hidup ceroboh, serampangan karena itu akan merusak gambaran Bapa di surga, suatu tanggung jawab yang besar bagi setiap Ayah di dunia ini.

New Normal to a Father

Menjadi Ayah di era New Normal kali ini tentunya butuh hikmat, pengaturan / pembagian waktu menjadi hal yang sangat krusial dalam membangun hubungan dengan anak agar tetap seimbang dalam pekerjaan, kehidupan spiritual dan sosial. Disiplin menjadi kunci untuk keberhasilan, dan kita bisa mengatur waktu bonding bersama dengan anak di saat sekolah sudah selesai dan pekerjaan kita juga sudah selesai, supaya kita punya keleluasaan dan tidak terganggu juga ketika beraktifitas bersama anak.

Quality over Quantity

Lama atau tidaknya waktu bersama anak tidak sepenting berkualitas atau tidaknya waktu tersebut, saya seorang pekerja yang kerja dari senin sampai sabtu, namun hal itu tidak menghalangi saya untuk hadir dalam kehidupan anak saya, meski tidak selalu tiap hari dan tidak sampai berjam-jam, yang penting saya fokus kepada dia di saat kita bersama. Memang mayoritas anak akan menghabiskan waktu lebih banyak dengan ibunya, namun saya percaya waktu berkualitas dengan Ayah itu tidak tergantikan.

Spiritual Matter

Jangan lupakan perkembangan rohani anak, ajar dia untuk berdoa dan menaruh pengharapannya pada Kristus, karena sebagai Ayah penting untuk memberitakan injil kepada anak sendiri dan mengajarkan Firman Tuhan. Pada Amsal 6:20 tertulis, “Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu…”. Saya memulainya dari anak saya dalam kandungan, membacakan Firman Tuhan, sampai sekarang bed time story yang saya ceritakan banyaknya tentang cerita di Alkitab. Tentunya kita ingin mewariskan harta yang paling berharga di dunia ini bukan?

Oleh Venus