The Victim of “The Clock is Ticking”

Seperti yang kita ketahui, time management adalah salah satu hal yang menjadi tanggung jawab, terutama bagi college students yang baru saja mulai mendapatkan sedikit autonomy dalam kehidupannya. Dan berbicara mengenai time management, salah satu ide umum yang dimengerti adalah mengenai bagaimana cara saya agar tidak kehilangan waktu yang saya miliki, dengan cara melakukan segala sesuatu se-efisien mungkin. Bagaimana mengakali waktu yang setiap harinya terus mengejar kita.

Mungkin ada dari teman-teman college yang pandai dalam hal multitasking, walaupun saya yakin tidak semua orang dapat multitasking. Saya pun tidak. Namun ada pemahaman lain terhadap time management yang tidak menempatkan kita pada posisi korban jajahan dari waktu yang terus berjalan.

Dalam salah satu talk yang diadakan Laura Vanderkam, seorang penulis buku-buku mengenai time management, menunjukkan bahwa “Time management bukanlah mengenai bagaimana caranya kita melakukan segala sesuatu dengan cepat dan berharap ada waktu lebih untuk kita dapat melakukan hal yang kita ingin lakukan. Tetapi, kita lakukan yang kita ingin lakukan, dan waktu akan tersimpan dengan sendirinya.”

Untuk menjelaskan hal tersebut, beliau mengambil contoh dari seorang wanita sukses yang sangat sibuk. Seluruh jadwalnya terisi dengan padat, tetapi suatu ketika, ketika wanita ini pulang setelah bekerja, ia mendapati alat pemanas air di basement-nya rusak dan menyebabkan banjir dimana-mana. Sehingga suka tidak suka, akhirnya wanita ini meluangkan waktu 7 jam selama 1 minggu tersebut untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Jika pada awal minggu tersebut, sebelum wanita ini mengetahui alat pemanasnya akan rusak, kita bertanya, “Bisakah anda meluangkan 1 jam 1 hari untuk melakukan A, B, atau C?” kita tahu kemungkinan besar jawabannya adalah “Tidak”, karena beliau sangat sibuk. Namun ternyata karena ada suatu “urgensi”, wanita ini dapat meluangkan waktu 7 jam dalam 1 minggu.

Sehingga kita dapat melihat bahwa waktu sangat elastis, waktu akan menyesuaikan dengan pilihan kita mengenai apa yang kita lakukan. Sehingga isu mengenai time management disini adalah bukan mengenai seberapa efisien kita dapat melakukan segala sesuatu, melainkan mengenai seberapa baik susunan prioritas kita untuk kita lakukan. Mengenai apa yang penting dan layak untuk dilakukan. You are not a victim of time. You are free to choose what you are going to do with the time you have.

Sehingga kalau kita ingin memiliki time management yang baik, yang bisa kita lakukan adalah memeriksa kembali apa yang menjadi prioritas dalam kehidupan kita. What is your goal by the end of this year? What do you want to see by the end of this year? Hal-hal itulah yang sebenarnya merupakan “alat pemanas air yang rusak” yang perlu kita taruh pertama kali dalam jadwal kita. Dan saya rasa, adalah baik untuk berkata tidak pada hal yang memang bukan merupakan prioritas.

Pada saat ini kita sedang ada dalam masa karantina, kita berdoa agar masa-masa ini bisa cepat selesai dengan baik. Namun saya melihat, masa ini sebenarnya merupakan masa yang baik untuk kita bisa bersama-sama kembali evaluate mengenai apa yang menjadi prioritas dalam kehidupan kita, baik dalam kuliah, pekerjaan, hubungan, bahkan secara spiritual. Apa yang penting dalam kehidupan mu, apa tujuanmu yang terpenting, taruhlah itu terlebih dahulu dalam jadwal yang kamu miliki.

Dan kalau boleh saya katakan, hubungan pribadi dengan Tuhan adalah hal terpenting dalam kehidupan siapapun. Ketika kita bilang kita tidak ada waktu atau terlalu sibuk untuk membina hubungan tersebut, seringkali artinya hubungan tersebut bukan merupakan prioritas kita. Karena kalau hal itu penting, kita akan selalu bisa mengutamakan hal tersebut. Apakah memang tidak sempat? Atau karena belum menjadi prioritas?

Mari kita gunakan waktu isolasi ini dengan sebaik mungkin, kita bisa kembali evaluate dan readjust apa yang menjadi prioritas kita, sehingga kita dapat memasuki the new season dengan lebih siap.

Blessings.
Philemon Kharis