Talking About Sex With Children. Yes or Taboo?

Tanggal 12 Juli lalu, IFGF Kids mengadakan sesi live dengan narasumber luar biasa yaitu Ibu Melati Tan dan Ibu Yudhi, keduanya adalah konselor yang berpengalaman di bidang parenting dan keluarga. Kita membahas perlunya membahas pendidikan sex dengan anak.

Sebenarnya, tidak perlu menunggu remaja untuk memberikan pendidikan sex. Nyatanya, pemahaman mengenai sex itu bukan sekedar biologi, namun suatu pemahaman bahwa sex adalah sesuatu yang harus dijaga, bahwa laki-laki dan perempuan itu harus dihargai.  Sex education juga sebenarnya sama seperti mengajar anak membaca dan menulis. Jangan memperlihatkan kalau ini adalah sesuatu yang taboo. Ini adalah benih yang akan membantu mereka berperilaku dengan baik di usia remaja kelak. Selain itu, mengajarkan mengenai sex sedari dini pun memastikan anak mendapatkan pemahaman dari narasumber yang benar sesuai usianya, yakni orang tuanya sendiri.

Pendidikan sex seperti apa untuk diberikan ke anak-anak?

Pendidikan sex dapat disesuaikan dengan usia. Berikut beberapa tahapan secara usia:

Sejak anak sudah bisa berinteraksi dengan orang lain, pendidikan sex pun sudah bisa kita ajarkan. Bisa dimulai dengan mengajarkan anggota tubuh serta fondasi firman Tuhan bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan, berikut bagian tubuh dan termasuk alat kelaminnya. Mengenalkan alat kelamin juga tidak perlu diganti dengan nama lain, agar anak menerima bahwa hal dari Tuhan itu baik. 

Kemudian mengajarkan mereka bahwa ada bagian tubuh yang bisa dipegang dan yang tidak bisa dilihat dan dipegang orang. Dibawah 5 tahun anak mungkin masih dimandikan namun sudah harus diajarkan untuk tidak berlalu lalang telanjang karena ada private parts yang perlu dijaga.

Perlu diperhatikan, tubuh orang tua bukan alat peraga. Menjelaskan private parts bisa menggunakan  boneka/puppet perempuan dan laki-laki dan beri tahu bagian mana yang akan berubah. Dari kecil perlu diberikan kaos dalam biar anak mengerti kalau ini bagian yang perlu dilindungi. Dan karena itu private parts kita, itu juga private parts orang lain, sehingga kita tidak boleh sentuh atau lihat. Sehingga anak belajar menghormati orang lain.

Menginjak usia SD, anak tidak dimandikan lagi karena itu bagian private parts mereka, maka tidak boleh disentuh sekalipun dengan orang tua. Berikan juga pengecualian, contohnya, ketika sakit maka perlu ada orang yang membantu, atau ketika ke dokter dengan ditemani oleh orang tua.

Usia SD pun anak mulai diajarkan dengan yang namanya safe touch. Safe touch adalah sentuhan ketika kita merasa nyaman dan aman. Unsafe touch itu ketika orang menyentuh kita dengan paksa atau menyentuh bagian private kita. Maka, ketika orang lain pegang, peluk, cium dengan paksa itu tidak boleh. Orang tua pun harus mengerti cium tidak boleh di bibir lagi ketika anak sudah berusia diatas 5 tahun. Karena rangsangan-rangsangan di area tersebut sudah bertumbuh. Ajarkan juga perlindungan diri ketika anak merasa diperlakukan tidak aman. Yaitu, Shout, Tell, and Run. 

Memasuki usia ini pun, orang tua usahakan memberikan kamar terpisah dan tidak seranjang dengan kakak adik lawan jenis. Ganti baju pun terpisah sehingga mereka mengerti konsep privasi. Hal kecil ini akan membentuk kebiasaan dan konsep untuk kedepannya. Sekalipun adik kakak tapi habit dan konsep privasi ini tetap perlu ditanamkan.

Misal anak usia 6-8 tahun sudah tidak mau dipeluk atau dicium. Boleh ga paksa anak untuk dicium atau dipeluk? 

Dengan kata “pemaksaan” saja sudah mengindikasi tidak nyaman. Ketika dipaksa anak tidak merasa nyaman ya jangan dilakukan karena itu badan mereka. Pendekatan orang tua mungkin bisa dengan cara lain, namun tetap memperhatikan batasan safe touch ini. Mungkin kita harus perhatikan bahasa kasih nya anak atau mencari cara lain untuk membangun koneksi anak dan orang tua. 

Apa yang harus kita ajarkan ketika anak mulai memasuki masa pubertas?

Mulai ajari mereka apa itu pubertas dan apa itu alat reproduksi. Banyak anak yang merasa bersalah karena tidak dijelaskan. Kita bisa jelaskan secara biologis dan ketika mimpi basah terjadi itu tidak apa-apa, bahwa itu bagian dari pertumbuhan. Untuk anak perempuan, dari kelas 4 SD sudah dipersiapkan untuk mens, kita bisa beri tahu apa yang terjadi ketika mens dan apa yang harus dilakukan. Yang terutama, kita ingatkan bahwa Tuhan menciptakan ini semua untuk mempersiapkan kita menjadi mama dan papa. Jadi anak tidak merasa takut atau bersalah ketika mimpi basah atau mens terjadi.

Bagaimana kalau kita merasa tidak nyaman membahasnya?

Pesan kepada orang tua sebelum mengajarkan mengenai sex adalah, perhatikan diri kita sendiri apakah kita merasa nyaman atau tidak nyaman dengan konsep ini. Sebagai orang tua kalau diri kita masih merasa sulit dan tidak nyaman dengan konsep sex, maka akan sulit juga mengajarkannya kepada anak.

Ketika orang tua merasa sex adalah hal yang taboo maka akan terbentuk tembok yang akan semakin besar menjelang remaja dan akan semakin sulit untuk dapat terbuka dan mengajarkan hal ini. Ketika orang tua dan anak sudah memiliki konsep yang netral mengenai sex ini, maka akan terbentuk keterbukaan dan orang tua dapat lebih mudah memberikan arahan. 

Bagaimana ketika bonding itu tidak terjadi di usia remaja?

Memasuki usia ini, waktu orang tua dan anak akan lebih sedikit. Namun, orang tua perlu mengusahakannya. Untuk pembicaraan seperti itu, kita bisa mengambil topik di sekitar kita dan menyelipkan norma-norma. Ingatlah, anak remaja umumnya tidak suka digurui.

Mengenai membangun bonding, hal ini perlu diagendakan. Orang tua juga perlu mengetahui hormone atau hal apa yang sedang terjadi di tubuh mereka dan mereka mungkin sedang ada pergumulannya sendiri maka orang tua perlu menjadi tempat nyaman mereka. 

Bagaimana dengan pacaran usia remaja, bagaimana menjelaskannya?

Orang tua juga bisa mulai mengajarkan mengenai batasan pacaran. Sebenarnya sejauh mana sih yang dikatakan terlalu jauh itu? Diskusi dengan anak tapi jangan langsung melarang. Karena anak malah akan menutup diri dan menolak. Tapi kita perlu kasih tau batasan. Tertarik dengan lawan jenis boleh, tapi sampai mana kita bisa melakukan sesuatu. Dan hal itu yang perlu dibahas. Tidak perlu banyak berteori, buat mereka berfikir, “berani ga melakukan hal ini di depan papa/mama?”, kalau tidak berani maka ada sesuatu yang salah, dan itu yang perlu dibahas.

Ketika anak bertanya, orang tua jangan langsung takut, karena anak mungkin hanya ingin menguji dan mencari batasan-batasan itu. Maka sedari kecil kita harus membangun boundary itu, menanamkan pemahaman sex, sehingga di kemudian hari nilai-nilai yang sudah ditanamkan ini dapat membantu mereka dalam berfikir dan bertindak.

Untuk lebih lengkapnya, tonton aja langsung di IGTV IFGFKIDSBANDUNG!

Banyak banget deh ilmu yang bisa kalian dapatkan!

Oleh Meilinda Sadikin