“Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana.” (Amsal 24:16)
Di dalam dunia olah raga dikenal istilah “bounce back” yaitu dimana satu tim dalam kondisi tertekan dan ketinggalan poin yang cukup jauh dengan waktu yang tersisa tidak banyak lagi, tetapi terjadilah momentum yang disebut “bounce back” sehingga tim tersebut bisa bangkit dan berjuang di sisa waktu yang ada untuk membalikkan keadaan yang berakhir dengan kemenangan.
Di sepak bola ada satu pertandingan yang disebut “the greatest bounce back of all time” adalah pertandingan final Liga Champions 2005 antara Liverpool melawan AC Milan di Istanbul, bahkan pertandingan ini dijuluki “Keajaiban Istanbul”. Ketinggalan 3-0 di babak pertama membuat impian Liverpool untuk mengakhiri puasa trofi kejuaraan paling bergengsi antarklub seantero Eropa selama 21 tahun seolah telah sirna.
Namun, dalam kondisi mental tertekan, Benitez memekikkan kata-kata ajaib kepada para pilar Liverpool agar mereka mampu menjadi pahlawan dan tetap menegakkan kepala untuk para suporter. Kata-kata ajaib sang pelatih ternyata meresap ke dalam benak para pemain. Hanya dalam 15 menit babak kedua berlangsung, Liverpool dapat melakukan aksi pembalasan. Dan dalam kurun waktu 6 menit saja terciptalah 3 gol balasan dari Liverpool untuk menyamakan kedudukan. Akhirnya lewat adu penalty Liverpool memenangkan laga final ini.
Tuhan tidak pernah menginginkan kita untuk menyerah. Kita tahu bahwa ada pengharapan tanpa batas dalam Kristus. Amsal menuliskan “Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana.” (Amsal 24:16). Sebagai anak-anak Tuhan yang punya pengharapan, tidak seharusnya kita mudah jatuh, frustrasi, menyerah dan kemudian kalah.
Orang benar boleh jatuh berkali-kali, tapi tetap bangkit, dan kemudian menjadi pemenang, bahkan lebih dari pemenang. “Seperti ada tertulis: “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan. Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.” (Roma 8:36-37). Tentu saja ada rasa sakit ketika kita terus menerus bertemu dengan kegagalan. Tapi jangan jadikan itu sebagai sesuatu yang traumatis kemudian membuat kita sulit bangkit karena terus terbelenggu dengan masa lalu. Jadikan kegagalan itu sebagai sebuah pelajaran berharga, dan jadikanlah sebuah titik tolak untuk bangkit.
Rasul Paulus pernah berkata demikian: “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.” (2 Korintus 4:8-9). Sebuah perkataan yang menunjukkan sebuah mental baja yang tidak mudah menyerah. Kita tahu bagaimana beratnya pergumulan Paulus setelah ia bertobat. Di lempar batu, menghadapi badai besar dalam salah satu pelayarannya ketika melayani, dipenjara, dianiaya dan lain-lain.
Bagaimana Paulus bisa mencapai pola pikir seperti itu?
Demikian katanya: “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.” (Ayat 10). Yang dimaksud Paulus dalam ayat 10 ini dia jelaskan pada ayat 17. “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.” (ayat 17).
Segala penderitaan yang dialami Paulus dan rekan-rekan sepelayanan belumlah sebanding dengan penderitaan yang dialami Yesus dalam menebus dosa-dosa manusia. Dan penderitaan itu semua masih terbilang ringan jika dibandingkan dengan kemuliaan kekal, sebuah kebahagiaan yang luar biasa dan abadi sifatnya, yang dijanjikan Tuhan. Dengan dasar demikian, Paulus dan rekan-rekan tidak merasa tawar hati bahkan menghadapi maut sekalipun. “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.” (ay 16).
Penderitaan boleh datang, kegagalan boleh hadir dalam hidup kita, tapi semua itu bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah awal untuk belajar melangkah dalam proses perjalanan hidup kita untuk mencapai kemenangan.
Dalam Filipi, Paulus mengungkapkan sebuah tips penting menjalani kehidupan: “aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Filipi 3:13-14).
Yesus pun mengingatkan dengan tegas bahwa kita tidak boleh terus terikat dengan segala kegagalan di masa lalu. “Tetapi Yesus berkata: “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.” (Lukas 9:62). Jangan menyesali kegagalan dan masa lalu anda secara berlebihan, apalagi jika itu mendatangkan frustrasi hingga kemudian menyerah. Jadikan semua itu sebagai titik awal sebuah proses belajar menuju keberhasilan, dan jadikan semua itu sebagai pelajaran untuk bersandar kepada Tuhan. Mulailah mengandalkan Tuhan dalam segala segi kehidupan kita. Ketika anda masih terjatuh saat ini, jangan patah semangat, karena Tuhan punya rencana luar biasa dalam hidup anda.
Bounce Back!
Oleh Ps. Sandy Harsono