Plastik adalah salah satu penemuan manusia yang terpenting. Plastik memungkinkan perjalanan ke ruang angkasa, meringankan mobil dan jet (sehingga dapat menghemat bahan bakar), menyelamatkan nyawa dengan peralatan menyaring air minum bersih, dsb. Sangat sulit untuk hidup di dunia modern tanpa plastik.
Meskipun begitu, kemudahan yang ditawarkan plastik mengarah pada budaya membuang. Plastik sekali pakai, seperti kantong plastik dan pembungkus makanan, hanya memiliki umur beberapa menit hingga berjam-jam, namun dapat bertahan hingga ratusan tahun. Indonesia, sebagai negara berkembang, sedang berjuang dengan masalah limbah plastik dan sampah laut, yang merupakan ancaman serius bagi keanekaragaman hayati laut kita.
Pada tahun 2015, sebuah studi global menempatkan Indonesia di peringkat kedua dunia sebagai penyumbang limbah plastik terbesar penyebab polusi laut (Jambeck et al, 2015).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengakui bahwa pada tahun 2020, total produksi sampah nasional telah mencapai 67,8 juta ton. Artinya, ada sekitar 185.753 ton sampah setiap harinya yang dihasilkan oleh 270 juta penduduk. Atau setiap penduduk memproduksi sekitar 0,68 kilogram sampah PER HARI. Angka ini diperparah oleh pandemi covid-19 yang memaksa kita mengurangi kegiatan di luar rumah, sehingga banyak aktivitas yang dilakukan secara daring, termasuk belanja makanan dan barang kebutuhan sehari-hari. Penggunaan plastik sekali pakai diperkirakan meningkat sebanyak 40% di masa pandemi.
Para aktivis lingkungan hidup memikirkan bagaimana cara mengelola sampah plastik yang sepertinya tidak mungkin dihindari. Salah satu solusinya yaitu dengan membuat ecobrick.
Diambil dari kata “eco” dan “brick”, jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia artinya bata ramah lingkungan. Disebut “bata” karena dapat menjadi alternatif bagi bata konvensional dalam mendirikan bangunan.
Ecobrick mampu memberikan kehidupan baru bagi limbah plastik (dan semua kelebihannya) untuk kepentingan komunitas dan ekosistem lokal. Dengan ecobrick, kita menggunakan karakteristik plastik yang dulunya menyebabkan masalah – tahan lama, durabilitas, dan tahan air, serta menggunakannya secara praktis dan ramah lingkungan.
Bagaimana cara membuat ecobrick?
- Kumpulkan material plastik yang akan kita gunakan sebagai isi, misalnya kantong kresek, kemasan mie instan, sedotan, styrofoam, bubble wrap, dll. Pastikan semua dalam keadaan bersih (bila ada sisa makanan, minyak, atau kotoran harus dicuci dulu) dan kering.
- Pilih botol plastik yang akan kita jadikan wadah, sebaiknya dalam bentuk dan ukuran yang seragam, agar solid dan stabil saat kita kreasikan.
- Siapkan stik (biasanya kayu atau bambu) untuk memadatkan plastik yang akan kita masukkan ke dalam botol.
- Jangan masukkan metal, kaca, kertas, atau material organik.
- Potong-potong plastik yang akan kita masukkan. Semakin kecil potongannya akan semakin padat.
- Timbang secara berkala hingga beratnya sesuai. Sebagai contoh, botol 600 ml sebaiknya memiliki berat minimal 200 g, dan botol 1.500 ml minimal 500 g.
- Tutup botolnya dan ecobrick siap digunakan untuk membuat furniture, dinding, taman, dll. Silakan kunjungi laman https://www.ecobricks.org/ untuk mencari ide-ide kreasi menggunakan ecobrick.
Selain dikreasikan, ecobrick juga bisa “ditabung” ke bank sampah terdekat. Salah satu bank sampah yang menerima ecobrick adalah Bank Sampah Bersinar (Jl. Terusan Bojongsoang No.174, Baleendah, Kec. Baleendah, Bandung). Selamat mencoba!
“Everyone can do small things, but if they’re done, it will eventually help the environment.”
Oleh: Nike L.